Di Sudut Malam yang Menyentuh Jiwa…
Pada malam itu, malam jum’at 17 Ramadhan 2 H, Nabi Allah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
lebih banyak mendirikan shalat di dekat pepohonan. Sementara Allah
menurunkan rasa kantuk kepada kaum muslimin sebagai penenang bagi mereka
agar bisa beristirahat. Sedangkan kaum musyrikin di pihak lain dalam
keadaan cemas. Allah menurunkan rasa takut kepada mereka. Adapun Beliau
senantiasa memanjatkan do’a kepada Allah. Memohon pertolongan dan
bantuan dari-Nya. Di antara do’a yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berulang-ulang adalah,
“…Ya Allah, jika Engkau berkehendak (orang kafir menang), Engkau
tidak akan disembah. Ya Allah, jika pasukan yang kecil ini Engkau
binasakan pada hari ini, Engkau tidak akan disembah…..”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang do’a ini sampai selendang beliau tarjatuh karena lamanya berdo’a, kemudian datanglah Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu memakaikan selendang beliau yang terjatuh sambil memeluk beliau… “Cukup-cukup, wahai Rasulullah…”
Tentang kisah ini, diabadikan Allah dalam FirmanNya,
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا
الَّذِينَ آَمَنُوا سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ
فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ (12)
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (13)
“Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang
yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam
hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah
tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa
menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras
siksaan-Nya.” (Qs. Al Anfal: 12-13)
Bukti kemukjizatan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
Seusai beliau menyiapkan barisan pasukan shahabatnya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
berjalan di tempat pertempuran dua pasukan. Kemudian beliau berisyarat,
“Ini tempat terbunuhnya fulan, itu tempat matinya fulan, sana tempat
terbunuhnya fulan….”
Tidak satupun orang kafir yang beliau sebut namanya, kecuali meninggal tepat di tempat yang diisyaratkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bara Peperangan Mulai Menyala
Yang pertama kali menyulut peperangan adalah Al Aswad Al Makhzumi,
seorang yang berperangai kasar dan akhlaknya buruk. Dia keluar dari
barisan orang kafir sambil menantang. Kedatangannya langsung disambut
oleh Hamzah bin Abdul Muthallib radhiyallahu ‘anhu. Setelah saling berhadapan, Hamzah radhiyallahu ‘anhu
langsung menyabet pedangnya hingga kaki Al Aswad Al Makhzumi putus.
Setelah itu, Al Aswad merangkak ke kolam dan tercebur di dalamnya.
Kemudian Hamzah menyabetkan sekali lagi ketika dia berada di dalam
kolam. Inilah korban Badar pertama kali yang menyulut peperangan.
Selanjutnya, muncul tiga penunggang kuda handal dari kaum Musyrikin.
Ketiganya berasal dari satu keluarga. Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin
Rabi’ah, dan anaknya Al Walid bin Utbah. Kedatangan mereka ditanggapi 3
pemuda Anshar, yaitu Auf bin Harits, Mu’awwidz bin Harits, dan Abdullah
bin Rawahah. Namun, ketiga orang kafir tersebut menolak adu tanding
dengan tiga orang Anshar dan mereka meminta orang terpandang di kalangan
Muhajirin. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan Ali, Hamzah, dan Ubaidah bin Harits untuk maju. Ubaidah
berhadapan dengan Al Walid, Ali berhadapan dengan Syaibah, dan Hamzah
berhadapan dengan Utbah. Bagi Ali dan Hamzah, menghadapi musuhnya tidak
ada kesulitan. Lain halnya dengan Ubaidah. Masing-masing saling
melancarkan serangan, hingga masing-masing terluka. Kemudian lawan
Ubaidah dibunuh oleh Ali radhiyallahu ‘anhu. Atas peritiwa ini, Allah abadikan dalam firmanNya,
هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang
bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka (Allah)…” (Qs. Al Hajj: 19)
Selanjutnya, bertemulah dua pasukan. Pertempuran-pun terjadi antara
pembela Tauhid dan pembela syirik. Mereka berperang karena perbedaan
prinsip beragama, bukan karena rebutan dunia. Sementara itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berada di tenda beliau, memberikan komando terhadap pasukan. Abu Bakar
dan Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhuma bertugas menjaga beliau. Tidak
pernah putus, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melantunkan do’a dan memohon bantuan dan pertolongan kepada Allah. Terkadang beliau keluar tenda dan mengatakan, “Pasukan (Quraisy) akan dikalahkan dan ditekuk mundur…”
Beliau juga senantiasa memberi motivasi kepada para shahabat untuk berjuang. Beliau bersabda, “Demi
Allah, tidaklah seseorang memerangi mereka pada hari ini, kemudian dia
terbunuh dengan sabar dan mengharap pahala serta terus maju dan pantang
mundur, pasti Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”
Tiba-tiba berdirilah Umair bin Al Himam Al Anshari sambil membawa beberapa kurma untuk dimakan, beliau bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah surga lebarnya selebar langit dan bumi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Kemudian Umair mengatakan: “Bakh…Bakh…
(ungkapan kaget). Wahai Rasulullah, antara diriku dan aku masuk surga
adalah ketika mereka membunuhku. Demi Allah, andaikan saya hidup harus
makan kurma dulu, sungguh ini adalah usia yang terlalu panjang. Kemudian
beliau melemparkan kurmanya, dan terjun ke medan perang sampai
terbunuh.”
Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke barisan musuh. Sehingga
tidak ada satu pun orang kafir kecuali matanya penuh dengan pasir.
Mereka pun sibuk dengan matanya sendiri-sendiri, sebagai tanda
kemukjizatan Beliau atas kehendak Dzat Penguasa alam semesta.
Kuatnya Pengaruh Teman Dekat Dalam Hidup
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membunuh Abul Bakhtari. Karena ketika di Mekkah, dia sering melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan yang memiliki inisiatif untuk menggugurkan boikot pada Bani Hasyim.
Suatu ketika Al Mujadzar bin Ziyad bertemu dengannya di tengah
pertempuran. Ketika, itu Abul Bakhtari bersama rekannya. Maka, Al
Mujadzar mengatakan, “Wahai Abul Bakhtari, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk membunuhmu.”
“Lalu bagaimana dengan temanku ini?”, tanya Abul Bakhtari
“Demi Allah, kami tidak akan membiarkan temanmu.” Jawab Al Mujadzar.
Akhirnya mereka berdua melancarkan serangan, sehingga dengan terpaksa Al Mujadzar membunuh Abul Bakhtari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar